Bisa Tidak Kita Halalkan Karmin?
Sekian senja yang lalu, dunia medsos gonjang-ganjing saat viralnya pernyataan keharaman karmin oleh guru kami, Marzuki Mustammar.
Hemmm, beberapa kaum "kelelep" -lawan dari kaum sumbu pendek- mulai menuduh beliau sebagai ulama yang kurang wawasan, nggak rahamatal lil alamin, ngajine kurang jero dan juga sebagainya. Dan yang paling konyol adalah sebuah quote konyol,
"Dolane kurang adoh, mbaline kurang bengi, kopine kurang pahit."
Ucapan mereka bagaikan Hujjatul Islam (Penghujat Islam) yang dengan kebusukan hatiku selalu mencap mereka adalah orang yang tidak pernah mempelajari fiqh dan segala komponenya dengan serius. Lebih dari itu, kebusukan hatiku kadang berbisik kepadaku ada kemungkinan lain, bahwa mereka adalah para santri yang pernah mengenyam pendidikan pesantren di pesantren yang berbasis pada tasawwuf. Hmmm, hatiku memang busuk.
Kalau mereka mau membaca sedikit saja, harusnya mereka tahu bahwa statemen Marzuki Mustammar merupakan hasil dari forum Bahsul Masail yang diselenggarakan oleh LBM PWNU Jawa Timur. Mengenai Bahsul Masail, hatiku berbisik lagi, " Kaum kelelep pasti nggak pernah ikut Bahsul Masail."
Karmin haram? Ya, kalau kita menggunakan pola pikir Madhab Syafi'i. Sebab karmin terbuat dari serangga dan serangga haram untuk dikonsumsi karena ia termasuk hewan yang menjijikkan dalam madhab Syafi'i.
Pola pikir madhab Syafi'i selalu menuntut kadar menjijikkan suatu hewan ditentukan oleh kebiasaan orang Arab dan kebeulan, orang Arab menganggap serangga sebagai hewan yang menjijikkan, hal ini sesuai dengan keterangan dari Abi Ishaq asy-Syairazi.
Apakah bisa dihalalkan?
Bisa, ada dua cara menghalalkan:
Pertama, dengan mengikuti salah satu pendapat Madhab Maliki yang menyatakan seluruh serangga boleh untuk dikonsumsi dengan syarat harus disembelih terlebih dahulu. Pastinya syarat penyembelihan pada serangga sangat sulit untuk dipenuhi
Kedua, dengan mengikuti fatwa MUI bahwa serangga (cochineal) yang digunakan untuk karmin sebenarnya merupakan sejenis belalang yang mana hewan itu dalam keadaan bangkai pun tetap dihukumi suci dan boleh untuk dikonsumsi. Monggo yang paham tentang taksonomi untuk menjabarkan lebih lanjut.
Bambang yang baru login menjadi kaum rahayu nyeletuk, "Tapi Bang, istidlal fiqh yang ada haram-haramnya gak sesuai dengan watak budaya bangsa ini. Fiqh itu harus gampil, gak boleh galak"
"Bambang, oh Bambang mulai kapan istidlal dalam fiqh terikat dengan galak-gampil. Fiqh Galak-Gampil? Ah itu istilah bid'ah dalam dunia fiqh yang diciptakan oleh Sholeh Bahruddin, seorang Kyai karismatik dari Pasuruan. Fiqh ya fiqh. Tafsiran galak-gampil itu lebih tepatnya ada ketika fiqh sudah bersinggungan dengan masyarakat, bukan pada taraf istidlalnya.
(Ilham Murtadlo Chaidary)
at-Tanbih Fi al-Fiqh asy-Syafii (asy-Syairozi):
ويؤكل من دواب الانس: الابل والبقر والغنم والخيل ولا يؤكل الكلب والخنزير والبغل والحمار والسنور ويؤكل من دواب الوحش: البقر والحمار والظبي والضبع والثعلب والأرنب واليربوع والقنفذ والوبر1 وابن عرس والضب وسنور البر فقد قيل انه يؤكل وقيل لا يؤكل ولا يؤكل ما استخبثه العرب من الحشرات كالحية والعقرب والوزغ وسام أبرص2 والخنفساء والزنبور والذباب وبنت وردان وحمار قبان3 وما أشبهها وكذلك لا يؤكل ما يتقوى بنابه كالأسد والفهد والنمر والذئب والدب والفيل والقرد والتمساح والزرافة وابن أوى
al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah
أما ما ليست له نفس سائلة كالجراد والحلزون والعقرب والخنفساء وبنات وردان والقرنبا والزنبور واليعسوب والذر والنمل والسوس والحلم والدود والبعوض والذباب فلا يجوز أكله والتداوي به لمن احتاج إلى ذلك إلا بذكاة والذي يجزي من الذكاة في الجراد أن يفعل بها ما لا تعيش معه ويتعجل موتها